Rabu, 28 Januari 2015

Sungai Tercemar Limbah Pabrik, Ikan-ikan pada Mati






Dulu air sungai mengaliri Desa Pintubosi, dan Desa Gasaribu ini jernih, kini keruh. Ikan-ikanpun mati. Foto: Ayah S Karokaro
Dulu air sungai mengaliri Desa Pintubosi, dan Desa Gasaribu ini jernih, kini keruh. Ikan-ikanpun mati. Foto: Ayah S Karokaro
Air sungai di sepanjang Desa Pintubosi, Kecamatan Laguboti, dan Desa Gasaribu, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, berkualitas buruk bahkan beracun. Pencemaran ini, diduga dampak pengolahan limbah pabrik tepung tapioka, PT Hutahaean. Ikan-ikan di sungai itu mati.
Demikian diungkapkan Forum Mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Medan (ITM) asal Toba Samosir, pada Rabu (16/7/14) di Medan. Mereka baru saja menyelesaikan pemeriksaan laboratorium kualitas air sungai di daerah mereka.
Para mahasiswa ini berangkat ke Desa Pintubosi dan Gasaribu awal Juli 2014, mengambil sampel air dan meneliti penyebab utama berbagai jenis ikan mati tiba-tiba. Hasil pengujian memperlihatkan, ikan-ikan mati karena kualitas air sungai sepanjang Desa Pintubosi dan desa Gasaribu, buruk. PH air mengandung senyawa asam cukup tinggi.
Beni Anggiat Purba, tim dari forum mahasiswa ini mengatakan, dari pemeriksaan laboratorium diketahui dalam cairan sampel air sungai itu ditemukan senyawa kimia karbon, hidrogen dan oksigen cukup tinggi. Bahkan, mengandung asam sianida (HCN), yang bersifat racun dengan kadar 51-97 mg perkg.
Kadar HCN tinggi, jarang ditemukan dalam air sungai di desa yang masih alami ini. Dari ikan emas dan nila yang mati bagian insang ditemukan lendir dan bahan padat cukup kental.  Setelah ditelusuri, selama dua tahun terakhir, aliran sungai tercemar pembuangan limbah cair pabrik Hutahaean.
Dengan kadar HCN setinggi itu, mengindikasikan perusahaan membuang limbah pengolahan tepung mengandung racun ke sungai. Dalam pengolahan ubi kayu, limbah HCN boleh dibuang setelah pengolahan di bawah 50 mg/kg. Jika diatas ambang batas, tergolong racun.
“Ini sangat berbahaya apalagi masyarakat menggunakan air sungai untuk  minum, mencuci, dan mandi, dan lain-lain.”
Dia menyarankan, perusahaan melakukan fermentasi sebanyak mungkin, untuk mengurangi kadar HCN yang sudah setengah beracun. Jika fermentasi makin sering, makin banyak pula cairan HCN keluar. Setelah itu, baru dapat membuang limbah cair ke alam, dengan catatan kadar harus di bawah 50 mg/kg.
Kasmin Simanjuntak,  Bupati Toba Samosir, ketika dikonfirmasi mengatakan, sudah pernah membuat teguran tertulis kepada perusahaan agar memperbaiki pembuangan limbah pabrik. Karena tidak ada tindak lanjut, dia langsung mengeluarkan surat perintah penghentian pengoperasian sementara pabrik itu.
Dia menilai, perusahaan dianggap tidak mengindahkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan peraturan lain. Izin pengoperasian baru akan keluar, katanya,  jika perusahaan memperbaiki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan baku mutu lingkungan sesuai ketentuan.
“Ini berbahaya, limbah yang dibuang sudah tercemar dan mengandung racun. Masyarakat saya selama ini menggunakan air sungai itu loh. Bahayakan jika terus dibiarkan. Itu sebabnya kita lakukan penghentian pengoperasian sementara,” kata Simanjuntak. Sang bupati sendiri kini menjadi tersangka oleh Polda Sumut, dalam kasus dugaan korupsi di kabupaten pemekaran itu.
Dungdung Simanjuntak, office manager Hutahaean, menyatakan, telah memperbaiki sistem pengolahan limbah pabrik. Selama ini, proses pengolahan limbah dianggap memenuhi standar baku mutu lingkungan.
“Kita tidak pernah membuang limbah beracun ke aliran sungai. Sudah kita dalami, ternyata bukan kesalahan peralatan, tetapi ada operator kurang cermat. Semua sudah kita perbaiki. Kami tidak ada niat merusak lingkungan dengan membuang limbah pabrik.”





Referensi

mongabay.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar