Asap Rokok
Meransang Anak Menjadi Perokok – Orang tua yang merokok akan memberikan dampak negatif bagi
anaknya, yang terpaksa menjadi perokok pasif. Kerugiannya bukan hanya secara
fisik seperti kerusakan pada paru-paru, namun juga secara psikologis. Benarkah?
Psikolog tumbuh kembang anak Ratih
Ibrahim adalah salah satu orang yang sangat mengecam orang tua perokok.
Sebabnya, anak dari perokok memiliki risiko sangat besar untuk menjadi perokok
di kemudian hari.
“Anak itu sangat perhatian terhadap
lingkungannya. Mulai dari usia 1,5 tahun dia sudah bisa memperhatikan apa saja
sih yang dilakukan oleh orang tuanya. Tindakan orang tua itu yang dapat menjadi
stimulus anak untuk melakukan sesuatu di kemudian hari,” papar Ratih.
Yang menjadi kekhawatiran Ratih
adalah pada orang tua perokok, apapun bisa menjadi stimulus anak untuk menjadi
perokok di kemudian hari. Jika anak terbiasa melihat orang tua merokok, akan
timbul anggapan bahwa merokok adalah perbuatan yang wajar dilakukan orang
dewasa, yang nantinya juga akan diikuti oleh anak.
Stimulus untuk merokok yang dimaksud
Ratih bukan hanya dari kebiasaan orang tua untuk merokok dekat anak, namun juga
dari bau yang ditinggalkan oleh rokok di pakaian dan tubuh orang tuanya.
Sehingga meskipun orang tua tidak merokok di dekat anak, tetap ada risiko anak
menjadi perokok.
“Bau itu kan salah satu rangsangan
yang paling cepat diterima otak. Seperti ketika kita mencium bau tidak enak,
kita jadi bad mood. Atau ketika kita mencium bau yang enak dan
harum, perasaan kita bisa berubah menjadi senang kan,” ungkap psikolog pemilik
klinik psikologi tumbuh kembang anak Personal Growth itu.
Ratih menjelaskan bahwa bau rokok
yang ditinggalkan oleh orang tua yang tercium oleh anak dapat membuatnya
menjadi familiar dengan bau tersebut. Akhirnya anak akan terbiasa dengan
kehadiran rokok dan tentunya membuat anak berisiko menjadi perokok aktif.
“Ini bau apa sih? Oh bau rokok.
Rokok apa sih? Gimana sih cara pakainya?” terang Ratih ketika memberikan
gambaran tentang bagaimana rokok dapat mempengaruhi anak.
Diakui Ratih bahwa ia termasuk orang
yang tidak tahan dengan bau rokok. Bahkan di kliniknya terdapat larangan bukan
saja untuk tidak boleh merokok, namun juga tidak boleh berbau rokok, siapapun
itu. Ratih mengisahkan bahwa salah satu karyawannya ada yang sempat tercium bau
rokok dari pakaiannya. Saat itu juga ia meminta karyawan tersebut untuk mandi
dan membersihkan diri.
Hal yang sama juga berlaku di
rumahnya. Meski jarang, suaminya pun termasuk orang yang merokok jika sedang
berada dalam lingkungan perokok. Namun kebiasaan itu baru muncul setelah anak
mereka mencapai usia 14 tahun.
“Suamiku termasuk sociosmoker, jadi
dia merokok ketika berada di lingkungan perokok saja. Tapi tetap tidak boleh
ketika di dalam rumah. Itu pun dia patuhi setelah anakku usianya 14 tahun,”
terangnya.
Oleh sebab itu, Ratih pun menganggap
orang tua yang dengan sengaja merokok di dalam rumah atau ketika berada dekat
anak adalah orang yang jahat.
“Perokok kan sudah tahu bahaya rokok
untuk dirinya sendiri dan orang di sekitarnya. Tapi kalau sudah tahu seperti
itu masih merokok juga, apa bukan jahat namanya?” ujar Ratih dengan gaya
ceplas-ceplosnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar