Pengenalan Jati Diri dalam Al-Quran dan Hadits – Di sini kita akan melihat beberapa syariat dalam Islam yang menyatakan betapa pentingnya pengenalan jati diri dalam Al-quran dan Hadits.
Ayat
Al-Quran dan Hadits tentang Pengenalan Jati Diri
Syeikh Ahmad Arifin berpendapat
bahwa setiap yang ada pasti dapat dikenal dan hanya yang tidak ada yang tidak
dapat dikenal. Karena Allah adalah zat yang wajib al-wujud yaitu
zat yang wajib adanya, tentulah Allah dapat dikenal, dan kewajiban pertama bagi
setiap muslim adalah terlebih dahulu mengenal kepada yang disembahnya, barulah
ia berbuat ibadah sebagimana sabda Nabi :
أَوَلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ
Artinya: “Pertama sekali di
dalam agama ialah mengenal Allah
Kenallah dirimu, sebagaimana sabda
Nabi SAW
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ
رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang
mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal
Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya.
Lalu diri mana yang wajib kita
kenal? Sungguhnya diri kita terbagi dua sebagaimana firman Allah dalam surat
Luqman ayat 20 :
وَأَسْبَغَ
عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً وَبَاطِنَةً
Artinya : Dan Allah telah
menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.
Jadi berdasarkan ayat di atas, diri
kita sesungguhnya terbagi dua:
- Diri Zahir yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.
- Diri batin yaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak dapat diraba oleh tangan, tetapi dapat dirasakan oleh mata hati. Adapun dalil mengenai terbaginya diri manusia
Karena sedemikian pentingnya peran
diri yang batin ini di dalam upaya untuk memperoleh pengenalan kepada Allah,
itulah sebabnya kenapa kita disuruh melihat ke dalam diri (introspeksi
diri) sebagimana firman Allah dalam surat az-Zariat ayat 21:
وَفِى
اَنْفُسِكُمْ اَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ
Artinya : Dan di dalam diri
kamu apakah kamu tidak memperhatikannya.
Allah memerintahkan kepada manusia
untuk memperhatikan ke dalam dirinya disebabkan karena di dalam diri manusia
itu Allah telah menciptakan sebuah mahligai yang mana di dalamnya Allah telah
menanamkan rahasia-Nya sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis Qudsi :
بَنَيْتُ
فِى جَوْفِ اِبْنِ آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا
وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى
لَبِّ سِرًّا وَفِى السِّرِّ أَنَا (الحديث القدسى)
Artinya: “Aku jadikan dalam
rongga anak Adam itu mahligai dan dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada
itu ada hati (qalbu) namanya dan dalam hati (qalbu) ada mata hati (fuad) dan
dalam mata hati (fuad) itu ada penutup mata hati (saghaf) dan dibalik penutup
mata hati (saghaf) itu ada nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya
(labban) ada rahasia (sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata
Allah”. (Hadis Qudsi)
Bagaimanakah maksud hadis ini?
Tanyalah kepada ahlinya, yaitu ahli zikir, sebagaimana firman Allah dalam surat
an-Nahal ayat 43 :
فَاسَئَلُوْا
أَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Tanyalah kepada
ahli zikrullah (Ahlus Shufi) kalau kamu benar-benar tidak tahu.”
Karena Allah itu ghaib, maka perkara
ini termasuk perkara yang dilarang untuk menyampaikannya dan haram pula
dipaparkan kepada yang bukan ahlinya (orang awam), seabagimana dikatakan para
sufi:
وَلِلَّهِ
مَحَارِمٌ فَلاَ تَهْتَكُوْهَا
Artinya: “Bagi Allah itu ada
beberapa rahasia yang diharamkan membukakannya kepada yang bukan ahlinyah”.
Nabi juga ada bersabda :
وَعَائِيْنِ
مِنَ الْعِلْمِ اَمَّا اَحَدُ هُمَا فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ وَاَمَّااْلأَخِرُ
فَلَوْبَثَتْتُ شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ هَذَالْعُلُوْمَ يَشِيْرُ اِلَى
حَلْقِهِ
Artinya: “Telah memberikan
kepadaku oleh Rasulullah SAW dua cangkir yang berisikan ilmu pengetahuan, satu
daripadanya akan saya tebarkan kepada kamu. Akan tetapi yang lainnya bila saya
tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu pengetahuan dengan memberikan isyarat
kepada lehernya.
اَفَاتُ
الْعِلْمِ النِّسْيَانُ وَاِضَاعَتُهُ اَنْ تَحَدَّثْ بِهِ غَيْرِ اَهْلِهِ
Artinya : “Kerusakan dari
ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan menyebabkan hilangnya ialah bila anda
ajarkan kepada yang bukan ahlinya.”
Adapun tentang Ilmu Fiqih atau
Syariat Nabi bersabda:
بَلِّغُوْا
عَنِّى وَلَوْ اَيَةً
Artinya: “Sampaikanlah oleh
kamu walau satu ayat saja”.
Adapun Ilmu Fiqih tidak boleh
disembunyikan, sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ
كَتَمَ عِلْمًا لِجَمِّهِ اللهِ بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ
Artinya: “Barangsiapa yang
telah menyembunyikan suatu ilmu pengetahuan (ilmu syariat) akan dikekang oleh
Allah ia kelak dengan api neraka”.
Adapun ilmu hakikat atau ilmu batin
memang tidak boleh disiar-siarkan kecuali kepada orang yang
menginginkannya. Memberikan dan mengajarkan ilmu hakikat kepada yang bukan
ahlinya ditakuti jadi fitnah disebabkan pemikiran otak sebahagian manusia ini
tidak sampai mendalami ke lubuk dasarnya yaitu ilmu Allah Ta’ala. Ibarat kayu
di hutan tidak sama tingginya, air di laut tidak sama dalamnya, dan tanah di
bumi tidak sama ratanya, demikian halnya dengan manusia. Maka ahli Zikir (ahlus
Shufi) inilah yang mendekati maqam wali-wali Allah yang berada di bawah
martabat para nabi dan rasul. Inilah makna tujuan Allah memerintahkan supaya
bertanya kepada ahli Zikir, karena ahli Zikir adalah orang-orang yang
senantiasa hati dan pikirannya selalu ingat kepada Allah serta senantiasa
mendapat bimbingan ilham dari Allah SWT.
Oleh karena itu, agar kita dapat
mengenal Allah, maka kita harus mempunyai pembimbing rohani atau mursyid.
Tentang hal ini Abu Ali ats-Tsaqafi bertaka, “seandainya seseorang mempelajari
semua jenis ilmu dan berguru kepada banyak ulama, maka dia tidak sampai ke
tingkat para sufi kecuali dengan melakukan latihan-latihan spiritual bersama
seorang syeikh yang memiliki akhlak luhur dan dapat memberinya nasehat-nasehat.
Dan barang siapa yang tidak mengambil akhlaknya dari seorang syeikh yang
melarangnya, serta memperlihatkan cacat-cacat dalam amalnya dan
penyakit-penyakit dalam jiwanya, maka dia tidak boleh diikuti dalam memperbaiki
muamalah”.
Namun tidaklah ilmu pengenalah
kepada Allah ini diperoleh dengan mudah begitu saja seperti mempelajari ilmu
syari’at, karena ada satu syarat yang paling utama yang harus dilakukan terlebih
dahulu yaitu mengambil ilmu ini dengan dibai’at oleh seorang mursyid yang kamil
mukamil yang masuk dalam rantai silsilah para syeikh tarekat sufi yang
bersambung-sambung sampai kepada Rasulullah SAW. Oleh karena itu jalan
satu-satunya bagi kita untuk dapat mengenal Allah adalah dengan mempelajari
ilmu tarekat di bawah bimbingan seorang mursyid.
Tanya : Mengapa hati
memegang peran penting di dalam mengenal Allah?
Jawab : Bila kita sebut nama hati, maka hati yang dimaksud di sini
bukanlah hati yang merah tua seperti hati ayam yang ada di sebelah kiri yang
dekat jantung kita itu. Tetapi hati ini adalah alam ghaib yang tak dapat
dilihat oleh mata dan alat panca indra karena ia termasuk alam ghaib (bersifat
rohani). Tiap-tiap diri manusia memiliki hati sanubari, baik manusia awam
maupun manusia wali, begituja para nabi dan rasul. Pada hati sanubari ini
terdapat sifat-sifat jahat (penyakit hati), seperti : hasad, dengki, loba,
tamak, rakus, pemarah, bengis, takbur, ria, ujub, sombong, dan lain-lain.
Tetapi bilamana ia bersungguh-sungguh di dalam tarekatnya di bawah bimbingan
mursyidnya, maka lambat laun hati yang kotor dan berpenyakit tadi akan bertukar
bentuknya dari rupa yang hitam gelap pekat menjadi bersih putih dengan
mengikuti kegiatan suluk atau khalwat secara kontinyu. Manakala hati yang hitam
tadi telah berubah menjadi putih bersih, barulah ia memberikan sinar. Hati yang
putih bersih bersinar itulah yang dinamakan hati Rohani (Qalbu)atau
disebut juga dengan diri yang batin. Seumpama kita bercermin di depan kaca,
maka kita tidak akan dapat melihat apa yang ada dibalik cermin selain muka
kita, karena terhalang oleh cat merah yang melekat disebaliknya. Tetapi bila
cat merah itu kita kikis habis, maka akan tampaklah di sebaliknya
bermacam-macam dan berlapis-lapis cermin hingga sampai menembus ke alam Nur,
alam Jabarut, alam Lahut, hingga alam Hadrat Hak Allah Ta’ala. Itulah sebabnya
bila kita hanya baru sebatas mengenal hati sanubari saja, maka yang kita lihat
hanya diri kita saja, sebab ditahan oleh cat merah tadi, yaitu sifat-sifat
jahat seperti: takabbur, ria, ujub, dengki, hasad, pemarah, loba, tamak, rakus,
cinta dunia, dan berbagai penyakit hati lainnya. Tetapi bila mana cat merah itu
telah terkikis habis, barulah ia akan menyaksikan alam yang lebih tinggi dan
mengetahuilah ia segala rahasia termasuk dirinya dan hakikatnya dan juga alam
seluruhnya dan akhirnya mengenallah ia akan Tuhannya. Itulah sebabnya para
wali-wali Allah itu lahir dari para sufi yaitu orang-orang yang telah berhasil
membersihkan hatinya dengan bantuan mursyidnya pada zahir sedang pada
hakikatnya dengan qudrat dan iradat Allah Ta’ala. Di sinilah terletak wajibnya
mengenal diri untuk jalan mengenal Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar