Minggu, 14 Desember 2014

Asap Rokok Meransang Anak Menjadi Perokok



Asap Rokok Meransang Anak Menjadi Perokok – Orang tua yang merokok akan memberikan dampak negatif bagi anaknya, yang terpaksa menjadi perokok pasif. Kerugiannya bukan hanya secara fisik seperti kerusakan pada paru-paru, namun juga secara psikologis. Benarkah?
Psikolog tumbuh kembang anak Ratih Ibrahim adalah salah satu orang yang sangat mengecam orang tua perokok. Sebabnya, anak dari perokok memiliki risiko sangat besar untuk menjadi perokok di kemudian hari.
“Anak itu sangat perhatian terhadap lingkungannya. Mulai dari usia 1,5 tahun dia sudah bisa memperhatikan apa saja sih yang dilakukan oleh orang tuanya. Tindakan orang tua itu yang dapat menjadi stimulus anak untuk melakukan sesuatu di kemudian hari,” papar Ratih.
Yang menjadi kekhawatiran Ratih adalah pada orang tua perokok, apapun bisa menjadi stimulus anak untuk menjadi perokok di kemudian hari. Jika anak terbiasa melihat orang tua merokok, akan timbul anggapan bahwa merokok adalah perbuatan yang wajar dilakukan orang dewasa, yang nantinya juga akan diikuti oleh anak.
Stimulus untuk merokok yang dimaksud Ratih bukan hanya dari kebiasaan orang tua untuk merokok dekat anak, namun juga dari bau yang ditinggalkan oleh rokok di pakaian dan tubuh orang tuanya. Sehingga meskipun orang tua tidak merokok di dekat anak, tetap ada risiko anak menjadi perokok.
“Bau itu kan salah satu rangsangan yang paling cepat diterima otak. Seperti ketika kita mencium bau tidak enak, kita jadi bad mood. Atau ketika kita mencium bau yang enak dan harum, perasaan kita bisa berubah menjadi senang kan,” ungkap psikolog pemilik klinik psikologi tumbuh kembang anak Personal Growth itu.



Ratih menjelaskan bahwa bau rokok yang ditinggalkan oleh orang tua yang tercium oleh anak dapat membuatnya menjadi familiar dengan bau tersebut. Akhirnya anak akan terbiasa dengan kehadiran rokok dan tentunya membuat anak berisiko menjadi perokok aktif.
“Ini bau apa sih? Oh bau rokok. Rokok apa sih? Gimana sih cara pakainya?” terang Ratih ketika memberikan gambaran tentang bagaimana rokok dapat mempengaruhi anak.
Diakui Ratih bahwa ia termasuk orang yang tidak tahan dengan bau rokok. Bahkan di kliniknya terdapat larangan bukan saja untuk tidak boleh merokok, namun juga tidak boleh berbau rokok, siapapun itu. Ratih mengisahkan bahwa salah satu karyawannya ada yang sempat tercium bau rokok dari pakaiannya. Saat itu juga ia meminta karyawan tersebut untuk mandi dan membersihkan diri.
Hal yang sama juga berlaku di rumahnya. Meski jarang, suaminya pun termasuk orang yang merokok jika sedang berada dalam lingkungan perokok. Namun kebiasaan itu baru muncul setelah anak mereka mencapai usia 14 tahun.
“Suamiku termasuk sociosmoker, jadi dia merokok ketika berada di lingkungan perokok saja. Tapi tetap tidak boleh ketika di dalam rumah. Itu pun dia patuhi setelah anakku usianya 14 tahun,” terangnya.
Oleh sebab itu, Ratih pun menganggap orang tua yang dengan sengaja merokok di dalam rumah atau ketika berada dekat anak adalah orang yang jahat.
“Perokok kan sudah tahu bahaya rokok untuk dirinya sendiri dan orang di sekitarnya. Tapi kalau sudah tahu seperti itu masih merokok juga, apa bukan jahat namanya?” ujar Ratih dengan gaya ceplas-ceplosnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar